Tahukah Sahabat? "Email Gigi adalah Unsur Terkeras yang Ada dalam Tubuh Sahabat" --oOo-- "Bila Sahabat Kidal, Cenderung Mengunyah Makanan pada Sebelah Kiri Mulut Sahabat, Begitupun Sebaliknya"

Minggu, 29 September 2019

Filsafat Ilmu Socrates dan Plato

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang Masalah
Filsafat dan ilmu merupakan dua kata yang memiliki keterkaitan diantaranya. Karena adanya ilmu tidak terlepas dari peranan filsafat. Dan perkembangan ilmu juga memperkuat peranan filsafat. Peran filsafat sangat penting dalam proses pelaksanaannya. Karenanya filsafat sebagai acuan dan tujuan dalam melaksanakan sesuatu. Filsafat memiliki fungsi memberikan petunjuk dan arah dalam perkembangan keilmuan. Sehingga dalam berfilsafat, seseorang harus mampu untuk berfikir secara mendasar, menyeluruh, dan spekulatif.
Ketika seseorang merasa ingin tahu dan ragu-ragu akan suatu hal, maka ia akan berfilsafat. Karena dari rasa ingin tahu akan membuat seseorang mengerti, dan dari rasa ragu-ragu akan menuntun seseorang mencari sebuah kepastian. Kelahiran filsafat di Yunani menunjukkan pola pemikiran bangsa Yunani dari pandangan mitologi yang akhirnya lenyap dan berganti rasiolah yang lebih mendominasi. Zaman Yunani kuno merupakan zaman keemasan filsafat. Oleh karenanya, pada masa itu, orang-orang berhak mengungkapkan ide-idenya. Di era Yunani kuno didominasi oleh peranan akal/rasio.
Dengan filsafat, pola pikir seseorang bergantung pada rasio. Sehingga orang-orang pada era itu memiliki pemikiran yang berbeda-beda dalam berfilsafat. Pada makalah ini, penulis akan membahas tokoh filosuf Athena yang banyak berpengaruh dalam sejarah filsafat Yunani Kuno. Dia adalah Socrates dan Plato.
B.     Rumusan masalah
Adapun rumusan-rumusan masalah dalam materi Rasionalisme-mistis Socrates dan Idealisme Plato diantaranya sebagai berikut:
1.      Siapakah Socrates dan Plato dalam dunia filsafat?
2.      Bagaimanakah pemikiran-pemikiran Socrates dan Plato serta karya-karyanya?
3.      Jelaskan pengertian Rasioalisme-mistis dan Idealisme?
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Rasionalisme-mistis Socrates
Secara etimologis rasionalisme berasal dari kata bahasa Inggris rationalism. Kata ini berakar dari kata dalam bahasa latin ratio yang berarti “akal”. Menurut A.R. lacey berdasarkan akar katanya rasionalisme adalah : sebuah pandangan yang berpegangan bahwa akal merupakan sumber bagi pengetahuan dan pembenaran. Rasionalisme adalah merupakan faham atau aliran atau ajaran yang berdasarkan ratio, ide-ide yang masuk akal. Selain itu tidak ada sumber kebenaran hakiki.
Sementara itu menurut istilah, rasionalisme adalah paham filsafat yang menyatakan bahwa akal (reason) adalah alat terpenting dalam mencari, memperoleh, dan mengetes pengetahuan. Pengetahuan dicari dengan akal, temuannya diukur dengan akal juga.
Dicari dengan akal ialah dicari dengan berpikir logis. Diukur dengan akal maksudnya diuji, apakah temuan itu logis atau tidak. Bila logis benar, bila tidak logis salah. Akal itulah aturan untuk mengatur manusia dan alam. Ini juga berarti bahwa kebenaran itu berasal dari akal (rasio).
1.      Riwayat Hidup Socrates
Riwayat Socrates yang tidak banyak diketahui, akantetapi sebagai sumber utama keterangan tentang dirinya dapat diperoleh dari tulisan Aristophanes, Xenophone, Plato, dan Aristoteles yaitu di dapat dari para muridnya. Orang yang paling banyak menulis tentang Socrates adalah Plato yang berupa dialog-dialog.[1]
Socrates adalah seorang filusuf dengan coraknya sendiri, filosofnya tidak pernah dituliskannya melainkan dilakukan dengan perlakuan dengan cara hidup, praktik dalam kehidupan. Menurut Socrates, filosofi itu bukan isi tapi hasil, bukan ajaran dengan dogma melainkan fungsi hidup. Socrates lahir di Athena (Yunani) pada tahun 470 SM dan meninggal pada tahun 399 SM.[2]
Socrates adalah seorang anak dari seorang ayah yang berprofesi sebagai pemahat patung (stonemason), ayahnya bernama Sophronicos dan ibunya bernama Phairnarete, yang pekerjaanya seorang bidan. Istrinya bernama Xantipe. Pernikahannya dengan Xantipe dikaruniai tiga orang anak yaitu Lamprocres, Menexnus, dan Sophronicus.  Xantipe adalah seorang perempuan warga kota Athena yang dikenal sebagai orang yang galak, judes, cerewet dan keras. Socrates menikahinya dengan tujuan untuk melatih disiplin diri, melatih kesabaran, dan mengendalikan karakter buruknya. Menurut orang-orang disekitarnya Socrates menikahi “nenek sihir”.
Sebuah anekdot terkenal tentang kemarahan Xantipe, bahwa ketika ia begitu marah kepada suaminya, kemudian ia melemparkan satu ember air cucian pada Socrates. Menanggapi hal tersebut, Socrates menjawab: “ setelah petir datang hujan”. Socrates juga mengatakan “menikah atau tidak menikah, dalam hal apapun anda akan menyesal”.[3]
Socrates berasal dari keluarga berada dengan mendapatkan pendidikan yang baik, kemudian menjadi prajurit Athena. Ia terkenal sebagai prajurit yang gagah berani. Karena ia tidak suka dengan politik, maka ia lebih senang memusatkan perhatiannya kepada filsafat, yang akhirnya ia dalam keadaan miskin. Secara fisik Socrates berbeda dengan orang Yunani pada umumnya. Postur tubuhnya lebih pendek, sedikit gemuk, mulutnya lebar,berpakaian sederhana, tanpa alas kaki, dan berkeliling mendatangi masyarakat Athena berdiskusi tentang filsafat. Tetapi dibalik kekurangannya Socrates memiliki perilaku terpuji dalam kehidupan sehari-hari. Sehinga ia dikenal dan dikagumi oleh berbagai kalangan masyarakat di Athena. Sejak muda telah terlihat sifat kebijaksanaanya, karena selain ia cerdas juga pada setiap perilakunya dituntun oleh suara batin (diamond) yang selalu membisikkan dan menuntun ke arah keutamaan moral.
2.      Pemikiran-Pemikiran Socrates
Peran Socrates dalam mendobrak pengetahuan semu itu meniru pekerjaan ibunya sebagai seorang bidan dalam upaya menolong kelahiran bayi, akan tetapi ia berperan sebagai bidan pengetahuan. Teknik dalam  upaya menolong kelahiran (bayi) pengetahuan itu disebut maieutike (kebidanan) yaitu dengan cara mengamati hal-hal yang konkret dan yang beragam coraknya tetapi pada jenis yang sama. Kemudian unsur-unsur yang berbeda dihilangkan sehingga tinggallah unsur yang sama bersifat umum itulah pengetahuan yang sejati.[4]
Pengetahuan sejati atau pengertian sejati sangat penting dalam mencapai keutamaan moral. Barang siapa yang mempunyai pengertian sejati berarti memilik kebijakan (arete) atau keutamaan moral berarti pula memiliki kesempurnaan manusia sebagai manusia. Socrates dengan pemikiran filsafatnya untuk menyelidiki manusia secara keseluruhan, yaitu dengan menghargai nilai-nilai jasmaniah atau rohaniah yang keduanya tidak dapat dipisahkan karena dengan keterkaitan kedua hal tersebut banyak nilai yang dihasilkan.
Socrates hidup di tengah dominasi kaum sofis atau orang bijak yang berilmu, akan tetapi walaupun berwawasan luas mengenai ilmu pengetahuan pada zamannya mereka tidak meyakini dan juga menafikanadanya kebenaran-kebenaran pasti. Pemikir yang paling mashur dan menyangah gagasan-gagasan kaum sofis adalah Socrates. Pada saat itu pemuda-pemuda di Athena dipimpin oleh doktrin relatifisme oleh kaum sofis, sedangkan Socrates adalah seorang yang menganut moral yang absolut dan meyakini bahwa menegakan moral adalah tugas filosof, yang berfikir berdasarkan idea-idea rasional dan keahlian dalam pengetahuannya. Seperti halnya kaum sofis Socrates mengarahkan perhatiannya kepada manusia sebagai objek pemikiran filsafatnya.
Berbeda dengan kaum sofis, yang setiap mengajarkan pengetahuannya selalu memungut bayaran Socrates tidak memungut bayaran kepada murid-muridnya. Cara memberikan pelajaran kepada para muridnya dengan dialog(tanya-jawab) yang bertujuan mengupas kebenaran semu yang selalu menyelimuti para muridnya. Kebenaran semu tersebut muncul karena ketidaktauhuan para muridnya tentang hal-hal tertentu. Dengan cara dialog pengetahuan semu akan terdobrak, sehingga mampu keluar dan melahirkan pengetahuan yang sejati.
Hal yang unik dari Socrates ialah selalu bertanya pada murid-muridnya, dia juga bertanya kepada banyak orang termasuk bertanya pada kaum sofis,pelukis, tukang, prajurit, ahli perang sampai politisi. Pertanyaan tersebut awalnya mudah dan sederhana, setiap jawaban disusul dengan pertanyaan baru yang lebih mendalam, sampai kepada seseorang yang menganggap tahu tadi dihadapkan kepada tanggunng jawab kebenaran.
Dia mengaku sebagai seseorang yang tidak tahu apa-apa, suatu sikap yang dikenal dengan ironi Sokrates. Socrates melakukan ini pada awalnya di dasari motif religius untuk membenarkan suara gaib yang didengar oleh kawannya dari Oracele Delphi yang mengatakan bahwa tidak ada orang yang lebih bijak dari Socrates. Merasa diri tidak bijak, dia berkeliling untuk membuktikan kekeliruan suara tersebut, dia datangi orang satu demi satu yang dianggap bijak oleh masyarakat pada saat itu dan diajak diskusi tentang berbagai masalah kebijaksanaan. metode berfilsafatnya inilah yang disebut sebagai metode kebidanan. Dia memakai analogi bidan yang membantu kelahiran bayi dengan caranya berfilsafat yang membantu lahirnya pengetahuan melalui diskusi panjang dan mendalam, dia selalu mengejar definisi absolut tentang suatu masalah kepada orang-orang yang dianggap bijak tersebut,meskipun kerap kali orang yang diberi pertanyaan gagal memahami definisi tersebut.
Hakikat dari seni Socrates adalah terletak dalam fakta bahwa dia tidak ingin menggurui orang.Sebaliknya dia memberi kesan sebagai seseorang yang selalu ingin belajar dari orang-orang lain yang diajaknya berbicara.Jadi bukannya memberi kuliah seperti layaknya seorang guru tradisional, tetapi dia mengajak berdiskusi.Socrates menganggap tugasnya seperti membantu orang-orang melahirkan wawasan yang benar sebab pemahaman yang sejati harus timbul dari dalam diri sendiri.Itu tidak dapat ditanamkan oleh orang lain.Dan hanya pemahaman yang timbul dari dalam itulah yang dapat menuntun kepada wawasan yang benar.
Pada akhirnya Socrates membenarkan suara gaib tersebut berdasar satu pengertian bahwa dirinya adalah yang paling bijak karena dirinya tahu bahwa dia tidak bijaksana, sedangkan mereka yang merasa bijaksana pada dasarnya adalah tidak bijaksana karena mereka tidak tahu kalau mereka tidak bijaksana.[5]
Selain itu sikap Socrates tersebut adalah reaksi terhadap ajaran sofisme yang merajalela di waktu itu. Para guru sofisme mengajarkan bahwa kebenaran yang sebenar-benarnya tidak tercapai, oleh sebab itu tiap-tiap pendirian dapat dibenarkan dengan retorika. Dengan cara itu dicoba untuk mendapatkan persetujuan orang banyak, apabila banyak yang setuju, hal itu dianggap sudah benar, dengan cara itu maka pengetahuan menjadi dangkal. Akhirnya Socrates mampu mengunci dialog dengan kaum sofis.Cara berfilsafatnya inilah yang memunculkan rasa sakit hati terhadap Socrates, karena setelah penyelidikan itu maka akan tampak bahwa mereka yang dianggap bijak oleh masyarakat ternyata tidak mengetahui apa yang sesungguhnya mereka ketahui. Rasa sakit hati inilah yang nantinya akan berujung pada kematian socrates melalui peradilan, maka kemudian oleh kaum sofis Socrates diajukan ke pengadilan rakyat dengan dua macam tuduhan yang pertama ia dituduh memiliki ajaran baru perusak moral para pemuda, tuduhan keduadia dituduh meniadakan dewa-dewa yang diakui oleh negara.
Socrates lebih berminat pada masalah manusia dan tempatnya dalam masyarakat, dan bukan pada kekuatan-kekuatan yang ada dibalik alam raya ini (para dewa-dewi mitologi Yunani). Seperti diungkapkan oleh Cicero kemudian, Socrates "menurunkan filsafat dari langit”, mengantarkannya ke kota-kota, memperkenalkannya ke rumah-rumah". Karena itu dia didakwa "memperkenalkan dewa-dewi baru.[6]
Kemudian ia ditangkap dan diadili dengan 500 juri dengan hasil voting 280 mendukung hukuman mati, 220 menolaknya. Dengan suara terbanyak akhirnya Socrates dihukum mati dengan di racun pada usia 70 tahun yaitu pada tahun 399 SM. Socrates tidak gentar sedikitpun berkata dengan tenang, Socrates siap menjalani hukumannya demi mempertahankan kebenaranyang diyakininya. Socrates sebenarnya dapat lari dari penjara, sebagaimana ditulis dalan krito yaitu diasingkan ke negara lain dengan bantuan para sahabatnya namun ia menolaknya atas dasar kepatuhan terhadap satu kontrak hukum di kota Athena. Pembelaan Socrates atas tuduhan tersebut ditulis oleh Plato dalam karangannya yang berjudul Apologia.
3.      Socrates Dalam Mencari Kebenaran
Berkaitan dengan metode berpikir Socrates, Mohammad Hatta (1986) mengemukakan secara panjang lebar bahwa Socrates tidak pernah menuliskan filosofinya. Jika ditilik benar-benar, ia bahkan tidak mengajarkan filosofi, melainkan hidup berfilosofi. Bagi dia, filosofi bukan isi, bukan hasil, bukam ajaran yang bersandarkan dogma melainkan fungsi yang hidup. Filosofinya mencari kebenaran. Karena ia mecari kebenaran, ia tidak mengajarkan. Ia bukan ahli pengetahuan, melainkan seorang pemikir.
Karena Socrates tidak menuliskan filosofinya, sulit sekali mengetahui dengan sahih semua ajarannya. Ajarannya itu hanya dikenal dari catatan-catatan murid-muridnya, teruama Xenepon dan Plato. Catatan Xenepon kurang kebenarannya, karena ia sendiri bukan seorag filosof. Untuk mengetahui ajaran Socrates, orang banyak bersandar kepada Plato. Akan tetapi, kesukarannya ialah bahwa Plato dalam penulisanya banyak menuangkan pendapatnya sendiri ke dalam mulut Socrates. Dalam uaraian-uraiannya yang kebanyakan berbetuk dialog hampir selalu Socrates yang dikemukakannya. Ia berpikir, tetapi keluar seolah-olah Socrates yang berkata.  Tujuan filosofi Socrates ialah mencari kebenaran yang berlaku untuk selama-lamanya. Disini, berlainan pendapatnya dengan guru-guru sofis yang mengajarkan bahwa semuanya relatif dan subjektif dan harus dihadapi dega pendirian yang skeptis. Socrates berpendapat bahwa kebenaran itu tetap dan harus dicari.
B.     Plato dan Idealisme
1.      Riwayat Hidup Plato
Plato adalah salah seorangpengikut Socratesdiantara pengikutnya yang mempunyai pengaruh besar. Dia lahir di Athena pada tahun 427 SM, dengan nama asli Aristocles.Nama plato diberikan oleh gurunya karena bahunya yang lebar, sepadan dengan badannya yang tinggi dan tegap, ia memiliki ciri tubuh dan paras yang elok.Sejak usia 20 tahun ia mengikutiajaran Socrates dan kemudian menjadi muridnya selama 8 tahun.[7]
Ia belajar filsafat pada Socrates, Phytagoras, Heracleitos, dan Elia, akan tetapi ajaran yang paling besar pengaruhnya adalah dari nama Ariston dan ibunya bernama Periktion.Sebagai orang yang dilahirkan dalam lingkungan bangsawan ia mendapatkan pendidikan yang baik dari seorang bangsawan, bernama Pyrilames. Ia berasal dari keluarga aristokrasi yang turun temurun memegang politik penting dalam politik Athena,ia bercita-cita sejak mudanya menjadi negarawan, namun politik dimasanya tidak memberi kesempatan padanya untuk mengikuti jalan hidup yang diinginkannya.
Karya tulisnya yang banyak sehingga cukupdiperoleh keterangan tentang dirinya.Karena Sejakumur 20 tahuniamulaimengikutiajaran Socrates yang baginyasemakinharisemakinmendalam, ajaranitulah yang memberinyabanyakpengaruhdalampemikirannya. Dalam karyanya Apologia Plato memberikan pembelaan Socrates di pengadilan, ia memberikan komentarnya bahwa Socrates adalah orang yang paling baik, paling bijaksana,paling jujur dan merupakan manusia yang paling adil dari seluruh zamannya.[8]
Socrates digambarkannya sebagai juru Bahasa isi hati rakyat Athena yang tertindas karena kekuasaan yang terusberganti, kekuasaan demokrasi yang meluap menjadi anarki dan sewenang-wenang, yang akhirnya membawa Athena lenyapdibawah kekuasaan asing.
Plato adalah salah seorang filsuf yang dikenal di Yunani setelah Socrates dania juga merupakan seorang matematikawan, ia mencatat keberadaan dari salah satu legenda abadi di dunia, yaitu benua atlantis yang hilang.Pada usia 40 tahun ia mengunjungi Italia dan Sicilia, untuk belajar ajaran Phytagoras, kemudian sekembalinya ia mendirikan sekolah Akademia. Sekolah tersebut dinamakan Akademia karena berdekatan dengan kuil Akademos seorang pahlawan Athena. Ia memimpin sekolah tersebut selama 40 tahun. Ia memberi pengajaran secara baik dalam bidang ilmu pengetahuan dan filsafat. Terutama bagi orang-orang yang ingin menjadi politikus.
Dalam titik tolak pemikiran filsafatnya, ia menyelesaikan permasalahan lama, mana yang benar danmana yang berubah-ubah (Heracleitos)dan atau yang tetap (Parameindes). Mana yang benar antara pengetahuan yang lewat indra dengan pengetahuan yang lewat akal. Pengetahuan yang diperoleh lewat indra disebutnya pengetahuan indra atau pengalaman, sedangkan pengetahuan yang diperoleh melalui akal disebut pengetahuan akal. Pengetahuan indra atau pengetahuan pengalaman bersifat tidak tetap atau berubah-ubah, sedangkan pengetahuan akal bersifat tetap dan tidak berubah-ubah.Sebagai contoh begitu banyak bentuk segitiga yang bentuknya berlainan menurut pengetahuan indra atau pengetahuan pengalaman,tetapidalam ide atau pikiran bentuk segitiga tersebut hanya satu dan tetap ini menurut pengetahuan akal.
2.      Karya-karya Plato
Karya-karya Plato diantaranya yakni:
a. Otentisitas
Daftar ini menyebutkan 36 karya Plato (surat-surat dihitung sebagai satu karya) yang terbagi atas 9 “Tetralogis” (grup yang meliputi empat karya ). Kebanyakan ahli sepakat mengatakan bahwa dari 36 karya itu ada 6 dialog yang tidak dapat dianggap otentik, yaitu : alkibiades II, hipparkhos, erastai, theages,klitophon,minos. Dan ada 6 karya lain lagi yang otensitasnya dipersoalkan : alkhiades I, ion, menexenos, hippias maior, epinomis, surat-surat.
Surat-surat ini merupakan dokumen utama yang masih dimiliki. Sekarang ini kebanyakan sejarawan menerima surat VI, VII, dan VIII sebagai otentik. Otentisitas  surat I secara umum ditolak dan surat XII sangat diragukan. Namun, semua itu merupakan dokumen- dokumen utama yang kita miliki mengenai riwayat hidup Plato.
b.  Kronologi
Apabila kita berhasil menentukan suatu urutan kronologis bagi karangan-karangan Plato, mungkin terbuka jalan untuk menyelidiki apakah terdapat suatu perkembangan dalam pemikiran Plato, sebab jika urusan kronologi itu tidak dapat dipastikan, penyelidikan mengenai perkembangan dalam pemikiran Plato tidak mempunyai dasar yang teguh dan tidak dapat melebihi taraf dugaan saja. Dengan menyelidiki secara terperinci gaya bahasa yang digunakan dalam dialog-dialog Plato, para sarjana menentukan bahwa sekelompok dialog (Sophistes, Politikos, Philebos, timaios, Kritias,Nomoi) telah dikarang dalam periode lain daripada dialog-dialog lain.Keenam dialog tersebut disimpulkan, ditulis Plato dalam periode terakhir hidupnya.
3.      Sifat Khusus Filsafat Plato
a. Bersifat Sokratik
Pertemuan Plato dengan Socrates gurunya merupakan peristiwa yang menentukan, bahkan merubah hidup Plato. Menurutnya Socrates adalah seorang yang paling baik, paling bijaksana, paling jujur, dan manusia paling adil dari seluruh manusia sezamannya. Dalam karya-karya Plato, Socrates diberi tempat yang sentral,dan memerankan peranan yang dominan. Hermann diels mengatakan bahwa Plato seakan-akan bersumpah untuk membuat nama Socrates menjadi “immortal”. Berdasarkan hal ini, filsafat Plato menjadi bersifat sokratik.
b. Filsafat Sebagai Dialog
Semua karya yang ditulis Plato merupakan dialog-dialog, kecuali surat-surat dan apologia. Ia merupakan filsuf pertama dalam sejarah filsafat yang memilih dialog sebagai bentuk sastra untuk mengekspresikan pikiran-pikirannya.
4.      Ajaran-ajaran Plato
Salah satu ajaran Plato yakni Dunia Idea dan Pengalaman. Sebagai penyelesaian persoalan yang dihadapi, Plato menerangkan bahwa manusia itu sesungguhnya berada dalam dua dunia, yaitu dunia pengalaman yang bersifat tidak tetap, bermacam-macamdan berubah, serta dunia idea yang bersifat tetap, hanya satu macam tidak berubah. Dunia pengalaman merupakan bayang-bayang dari dunia idea, sedangkan dunia idea merupakan dunia yang sesungguhnya, yaitu realitas. Dunia inilah yang menjadi model dunia pengalaman. Dengan demikian dunia yang sesungguhnya atau realitas adalah dunia idea.
Jadi Plato dengan ajarannya tentang idea berhasil menjembatani pertentangan antara Heracleitos dan parmenides. Plato mengemukakan bahwa ajaran dan pemikiran Herakleitos itu benar, tetapi hanya berlaku pada dunia pengalaman. Sebaliknya pendapat Parmeindes juga benar tetapi hanya berlaku pada dunia idea yang hanya dapat dipikirkan oleh akal.Dibandingkan dengan gurunya Socrates, Plato telah maju selangkah dalam pemikirannya. Socrates baru sampai pada pemikiran tentang sesuatu yang umum dan merupakan hakikat suatu realitas, tetapi Plato telah mengembangkannya daengan pemikiran bahwa hakikat  suatu realitas itu bukan yang umum tetapi yang mempunyai kenyataan yang terpisah dari sesuatu yang berbeda secara konkret yaitu ide. Dunia ide inilah yang hanya dapat difikirkan dan diketahui oleh akal.[9]
5.      Sejarah Aliran Idealisme
Secara historis, idealisme diformulasikan dengan jelas pada abad IV sebelum masehi oleh Plato (427-347 SM). Athena, selama Plato hidup, adalah kota yang berada dalam kondisi transisi (peralihan). Peperangan bangsa Persia telah mendorong Athena memasuki era baru. Seiring dengan adanya peperangan-peperangan tersebut, perdagangan dan perniagaan tumbuh subur dan orang-orang asing tinggal diberbagai penginapan Athena dalam jumlah besar untuk meraih keuntungan mendapatkan kekayaan yang melimpah.
Dengan adanya hal itu, muncul berbagai gagasan-gagasan baru ke dalam lini budaya bangsa Athena. Gagasan-gagasan baru tersebut dapat mengarahkan warga Athena untuk mengkritisi pengetahuan & nilai-nilai tradisional. Saat itu pula muncul kelompok baru dari kalangan pengajar (para Shopis). Ajarannya memfokuskan pada individualisme, karena mereka berupaya menyiapkan warga untuk menghadapi peluang baru terbentuknya masyarakat niaga. Penekanannya terletak pada individualisme, hal itu disebabkan karena adanya pergeseran dari budaya komunal masa lalu menuju relativisme dalam bidang kepercayaan dan nilai.
Aliran filsafat Plato dapat dilihat sebagai suatu reaksi terhadap kondisi perubahan terus-menerus yang telah meruntuhkan budaya Athena lama. Ia merumuskan kebenaran sebagai sesuatu yang sempurna dan abadi (eternal). Dan sudah terbukti, bahwa dunia eksistensi keseharian senantiasa mengalami perubahan. Dengan demikian, kebenaran tidak bisa ditemukan dalam dunia materi yang tidak sempurna dan berubah. Plato percaya bahwa disana terdapat kebenaran yang universal dan dapat disetujui oleh semua orang. Contohnya dapat ditemukan pada matematika, bahwa 5 + 7 = 12 adalah selalu benar (merupakan kebenaran apriori), contoh tersebut sekarang benar, dan bahkan di waktu yang akan datang pasti akan tetap benar.
Menurut Plato, kebaikan merupakan hakikat tertinggi dalam mencari kebenaran. Tugas ide adalah memimpin budi manusia dalam menjadi contoh bagi pengalaman. Siapa saja yang telah mengetahui ide, manusia akan mengetahui jalan yang pasti, sehingga dapat menggunakannya sebagai alat untuk mengukur, mengklarifikasikan dan menilai segala sesuatu yang dialami sehari-hari.
Hal yang penting juga untuk diketahui dari Filsafat Plato adalah pemikiran dia tentang negara. Menurutnya bahwa dalam tiap-tiap negara segala golongan dan segala orang-orang adalah alat semata-mata untuk kesejahteraan semuanya. Kesejahteraan semuanya itulah yang akan menjadi tujuan yang sebenarnya. Dan itu pulalah yang menentukan nilai pembagian pekerjaan. Dalam negara yang ideal itu golongan pengusaha menghasilkan, tetapi tidak memerintah. Golongan penjaga memperlindungi, tetapi tidak memerintah. Golongan cerdik pandai diberi makan dan dilindungi, dan mereka memerintah.
Ketiga macam budi yang dimiliki oleh masing-masing golongan, yaitu bijaksana, berani dan menguasai diri dapat menyelenggarakan dengan kerjasama budi keempat bagi masyarakat, yaitu keadilan.
Oleh karena negara ideal bergantung kepada budipenduduknya, pendidikan menjadi urusan yang terpenting bagi negara. Menurut Plato, pendidikan anak-anak dari umur 10 tahun ke atas menjadi urusan negara, supaya mereka terlepas dari pengaruh orang tuanya. Dasar yang terutama bagi pendidikan anak-anak ialah gymnastic (senam) dan musik. Tetapi gymnastic didahulukan. Gymnastic menyehatkan badan dan pikiran. Pendidikan harus menghasilkan manusia yang berani, yang diperlukan bagi calon penjaga. Di samping itu diberikan pelajaran membaca, menulis dan berhitung seberapa perlunya. Dari umur 14 tahun sampai 16 tahun kepada anak-anak diajarkan musik dan puisi serta mengarang bersajak. Musik menanam dalam jiwa manusia perasaan yang halus, budi yang halus. Karena musik jiwa kenal akan harmoni dan irama. Kedua-duanya adalah landasan yang baik untuk menghidupkan rasa keadilan. Tetapi dalam pendidikan musik harus dijauhkan dari lagu-lagu yang melemahkan jiwa serta yang mudah menimbulkan nafsu buruk. Begitu juga tentang puisi. Puisi yang merusak moral disingkirkan. Pendidikan musik dan gymnastic harus sama dan seimbang.
Dari umur 16  sampai 18 tahun anak-anak yang menjelang dewasa diberi pelajaran matematik untuk mendidik jalan pikirannya. Di samping itu diajarkan pula kepada mereka dasar-dasar agama dan adab sopan, supaya di kalangan mereka merasa tertanam rasa persatuan. Plato mengatakan bahwa suatu bangsa tidak akan kuat, kalau ia tidak percaya pada Tuhan. Seni yang memurnikan jiwa dan perasaan tertuju kepada Yang Baik dan Yang Indah, diutamakan mengajarkannya. Pendidikana ini tidak saja menyempurnakan pandangan agama, tetapi juga mendidik dalam jiwa pemuda kesediaan berkurban dan keberanian menentang maut. Dari umur 18 sampai 20 tahun, pemuda mendapat didikan militer.
Pada umur 20 tahun diadakan seleksi pertama. Murid-murid yang maju dalam ujian itu mendapat didikan ilmiah yang mendalam dalam bentuk yang lebih teratur. Pendidikan otak, jiwa dan badan sama beratnya. Setelah menerima pendidikan ini 10 tahun lamanya datanglah seleksi yang kedua, yang syaratnya lebih berat dan caranya lebih teliti dari seleksi pertama.
Menurutnya penduduk negara dapat dibagi menjadi tiga golongan yaitu golongan teratas, tengah dan terbawah. Golongan yang teratas adalah golongan yang memerintah, terdiri dari beberapa filosof. Mereka bertujuan membuat undang-undang dan mengawasi pelaksanaannya dan mereka memegang kekuatan tertinggi. Golongan ini harus memiliki budi kebijaksanaan. Sebelum para filosof menjadi pengusaha, negeri-negeri sulit untuk menghindar dari kejahatan-kejahatan. Golongan menengah adalah para pengawal dan abdi negara. Tugas mereka adalah mempertahankan negara dari serangan musuh dan menegakkan berlakunya undang-undang supaya dipatuhi semua rakyat. Dan golongan ketiga adalah golongan terbawah atau rakyat pada umumnya. Mereka adalah kelompok yang produktif dan harus pandai membawa diri.
Pendapat Plato seterusnya tentang etik bersendi pada ajarannya tentang idea. Dualisme Dunia dalam tori pengetahuan diteruskannya kedalam praktik hidup. Oleh karena itu, kemaua seseorang bergantung pada pendapatnya, nilai kemauanya itu ditentukan pula oleh pendapat itu. Dari pengetahuan sebenarnya yang dicapai dengan dialektik, timbu budi yang lebih tinggi daripada yang dibawakan oleh pengetahuan dari pandangan. Jadi, menurut Plato ada dua macam budi. Pertama, budi filosofi yang timbul dari pengetahuan dengan pengertian. Kedua, budi biasa yang terbawa oleh kebiasaan orang banyak. Sikap hidup yang dipakai tidak terbit dari keyakinan, melainkan disesuaikan kepada moral orang banyak dalam hidup sehari-hari.
Tujuan budi filosofi terletak di dalam dunia yang tidak kelihatan. Tujuan budi biasa ialah barang-barang keperluan hidup di dunia ini. Oleh karena itu, tujuannya berlainan, daerah berlakunya berlainan pula. Dengan begitu, Plato mengatasi pertentangan antara ajaran Socrates dan ajaran kaum Sofis. Akan tetapi, ada hubungan antara keduanya. Hubungan itu timbul karena kerinduan jiwa untuk kembali pulang ke dunia yang asal. Semua yang kelihatan menyerupai yang tidak kelihatan. Jiwa yang murni sangat rindu kepada dunia yang asal, dimana ia dapat memandang semaunya dalam kesuciannya dan kesempurnaannya. Hal ini menjadi dasar yang normatif bagi etik dan agama.
Budi ialah tahu. Siapa yang tahu akan yang baik, tidak dapat lagi menyimpang dari itu. Siapa yang cinta akan idea, menuju kepada yang baik. Siapa yang hidup dalam dunia idea, tidak dapat berbuat jahat. Jadi, jalan untuk mecapai budi baik ialah menanam keinsafan untuk memiliki idea dengan pikiran.
Tanda dunia idea ialah tidak berubah-rubah, pasti dan tetap dan merupakan bentuk yang asal. Itulah yang memberdakannya dari dunia yang nyata, yang senantiasa berubah. Dalam perubahan itu dapat ditimbulkan bentuk-bentuk tiruan dari bagunan yang asal, dari dunia idea. Oleh sebab itu, ada dua jalan yang dapat ditempuh untuk melaksanakan dasar etik. Pertama, melarikan diri dalam pikiran dari dunia yang lahir dan hidup semata-mata dalam dunia idea. Kedua, mengusahakan berlakunya idea itu dalam dunia yang lahir ini. Dengan perkataan lain: melaksanaka ”hadirya” idea dalam dunia ini. Tindakan yang pertama merupakan suatu perbuatan yang ideal. Tindakan yang kedua kelihatan lebih real. Kedua jalan itu ditempuh oleh Plato dan pelaksanaan etiknya didasarkannya pada memiliki idea sebesar-besarnya dengan menjauhi dunia yang nyata. Hidup diatur sedemikia rupa, sehingga timbul cinta dan rindu kepada idea.


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Socrates adalah seorang filosof dengan coraknya sendiri,filosofi nya tak pernah di tuliskannya, melainkandilakukan dengan perbuatan, dengan cara hidup, praktik dalam kehidupan. karena menurut socrates, filosofi itu bukan isi tapi hasil, bukan ajaran dengan dogma melainkan fungsi hidup. Socrates lahir di Athena (Yunani) pada tahun 470 SM dan meninggal pada tahun 399 SM.
Peran Socrates dalam mendobrak pengetahuan semu itu meniru pekerjaan ibunya sebagai seorang bidan dalam upaya menolong kelahiran bayi, akan tetapi ia berperan sebagai bidan pengetahuan. Teknik dalam  upaya menolong kelahiran (bayi) pengetahuan itu disebut maieutike (kebidanan) yaitu dengan cara mengamati hal-hal yang konkret dan yang beragam coraknya tetapi pada jenis yang sama. Kemudian unsur-unsur yang berbeda dihilangkan sehingga tinggallah unsur yang sama bersifat umum itulah pengetahuan yang sejati.
Plato mempunyai hubungan erat dengan sifat sokratik yang telah diuraikan sebelumnya. Ia menyatakan bahwa tidak ada satra yang lebih cocok untuk menghormati Socrates daripada dialog.Plato berkeyakinan bahwa filsafat menurut intinya tidak lain daripada suatu dialog.
B.     Saran
Demikianlah yang dapat kami uraikan mengenai aliran filsafat ilmu dengan sub pokok pembahasan Idealisme, Mistis dan Rasionalisme. Kami menyarankan kepada teman-teman yang ingin mengetahui lebih dalam lagi tentang hal tersebut di atas untuk dapat mencari referensi melalui berbagai media yang tersedia.



DAFTAR PUSTAKA

Abdul Hakim Atang, Ahmad Saebani Beni. Filsafat Umum Dari Metodologi Sampai Teofilosofi, Bandung: Pustaka Setia, 2016.
Achmadi,Asmor. Filsafat Umum, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2014.
Ihsan, A. Fuad. Filsafat Ilmu. Jakarta: Rineka Cipta, 2010.
Knight, George R. Filsafat Pendidikan, (Terjemahan Dr. Mahmud Arif, M.Ag), Yogyakarta: Gama Media, 2007.
Mangunhardjana, A.Isme-isme Dalam Etika dari A-Z, Yogyakarta: Kanisius, 1997.
Mauludi,Sahrul.Socrates, Jakarta: PT. Alex Media Komputindo, 2016.
Surajiyo. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2005.
Tafsir, Ahmad. Filsafat Umum. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000.

Mengembangkan pemikiran scorates
Mengembangkan hanya yang ideal saja
Etika, mempunyai tujuan hidup yang lebih baik
Plato : mempunyai bahsa dan berfikir, elemen jiwa, elemen rohani


[1] Asmoro Achmadi, Filsafat Umum, (PT Raja Grafindo Persada: Jakarta2014), hal 49.
[2]Sahrul Mauludi, Socrates, (PT. Alex Media Komputindo: Jakarta, 2016), hal 6.
[3]Dari wikipedia indonesia, ensiklopedia bebas.
[4]Asmoro Achmadi, Filsafat Umum, (PT Raja Grafindo Persada: Jakarta,2014), hal 50.
[5]Dari wikipedia indonesia, ensiklopedia bebas.
[6]. Eirene Gracia, Riwayat Hidup,Karya-karya dan sifat khusus filsafat Plato,(/www.kotakpandora.com/diakses 24nov 2017).
[7]Asmoro Achmadi, Filsafat Umum, (PT Raja Grafindo Persada: Jakarta,2014), hal 51.
[8]Endang Daruni.et.al, Filsuf- Filsuf dalam Gambar,( Karya kencana: Yogyakarta, 1982),hal 189.
[9]Brouwer. et.al.Sejarah Filsafat Modern dan sezamannya,(Alumni, Bandung, 1986),hal 35.